SENI RUPA
ZAMAN PRA SEJARAH
Secara umum, menurut para ahli, seni rupa pada zaman pra
sejarah Indonesia memiliki tiga corak, yaitu monumental,
dongson dan chow akhir.
Pada corak
monumental, terutama yang berkembang di zaman neolitikum, karya seni rupanya
memiliki ciri:
o
Bentuk tiga dimensional yang menggambarkan atau
mewujudkan tokoh nenek moyang secara frontal.
o
Banyak memunculkan motif simbilik, seperti tanduk
kerbau, pohon hayat dan kedok.
o
Memiliki irama garis yang bersudut – sudut, sederhana
serta kaku.
Pada corak
Dongson, ciri khas yang dapat dijumpai adalah:
o
Adanya pengaruh motif dari daerah Tonkin di China
o
Dekoratif
o
Kurang simbolik
o
Memiliki motif hias seperti tumpal dan spiral
Pada corak
Chow akhir terdapat ciri:
o
Tidak simetris
o
Pola garis berirama seperti garis melengkung yang
memenuhi permukaan
o
Hanya ditemukan di daerah Kalimantan
Jenis Peninggalan Seni Rupa pada Zaman Pra Sejarah
Ada banyak sekali peninggalan seni rupa pada zaman pra sejarah Indonesia,
berikut adalah beberapa contoh yang banyak ditemukan:
o
Seni lukis
Di Indonesia
banyak ditemukan karya seni lukis yang dipercaya berasal dari zaman pra
sejarah. Umumnya, lukisan tersebut ditemukan di dinding – dinding gua yang
dahulu dipergunakan sebagai tempat tinggal. Gambar – gambar yang ditemukan
tersebut memiliki makna – makna khusus, seperti tolak bala, ungkapan rasa duka
cita, mengundang daya magis dan lain sebagainya. Pewarna yang digunakan berasal
dari getah pohon atau daun – daunan.
o
Seni hias
Pada zaman
pra sejarah, seni yang dimaksudkan sebagai penambah keindahan ini banyak
ditemukan di berbagai perabot rumah tangga maupun peralatan upacara. Motif yang
dilukis atau dipahat dipercaya memiliki makna simbolis tertentu bahkan memiliki
kekuatan magis. Pola yang paling banyak dipakai adalah geometris, meskipun pola
lain seperti tumpal, pilin berganda, meader dan swastika juga seringkali
ditemukan.
o
Seni kriya
Seni ini
bisa hadir dalam bentuk gerabah, peralatan perunggu dan seni bangunan
megalitikum berupa menhir, dolmen, sarkofagus, punden berundak serta seni
patung.
Keberadaan karya seni rupa pada zaman pra
sejarah di Indonesia menunjukkan bagaimana nenek moyang kita
telah memiliki cita rasa seni yang teramat tinggi.
KARYA
SENI RUPA PADA ZAMAN BATU
1.) Karya Seni Bangunan
1.) Karya Seni Bangunan
Dolmen
Bangunan yang paling
tua diketemukan pada zaman batu menengah (Mesolitikum) berupa gua-gua yang
terdapat di daerah pantai seperti di pantai-pantai Sulawesi Selatan.
Peninggalan yang berupa bukit kerang diketemukan di daerah Sumatera selatan,
berdasarkan bukti-bukti berupa sisa-sisa sampah maka dapat dipastikan pada
zaman batu menengah sudah didirikan rumah panggung. Pada zaman Neolitikum
kebudayaan masyarakatnya mulai berkembang dengan dibuatnya rumah dari kayu dan
bambu yang sampai sekarang masih tersisa di beberapa daerah di wilayah
Indonesia. Selain bangunan dari bahan kayu dan bambu, pada zaman batu
besar dikenal pula bangunan yang terbuat dari batu untuk keperluan
keagamaan dan kepercayaan, seperti :
·
Dolmen (bangunan makam)
·
Punden (bangunan berundak)
·
Menhir (bangunan tugu)
·
Dalam bentuk perabot seperti : meja
batu, kursi batu, tahta batu, dsb.
2.) Karya
Seni Lukis
Karya seni lukis yang
paling tua diketemukan pada zaman batu menengah, yaitu berupa lukisan pada
dinding gua seperti: lukisan binatang buruan yang terdapat di dinding gua
Leang-Leang di Sulawesi Selatan. Lukisan ini dikerjakan dengan cara menoreh
dinding gua dengan penggambaran binatang yang realistic dibubuhi dengan warna
merah, putih, hitam dan coklat yang dibuat dari bahan pewarna alam.Sedangkan
lukisan lambang nenek moyang yang berbentuk setengah binatang dan setengah
manusia dan juga lukisan lukisan cap-cap tangan terdapat di dinding gua
di Irian Jaya, lukisan ini dikerjakan dengan teknik semprotan warna
(aerograph). Lukisan-lukisan pada zaman batu menengah tidak dibuat sebagai
hiasan semata melainkan mengandung tujuan tertentu dan dianggap memiliki kekuatan
magis. Lukisan yang berupa pahatan serta hiasan yang terdapat pada
bagian-bagian bangunan adat dan pada benda-benda kerajinan mulai dibuat pada
zaman Neolitikum dan megalitikum. Lukisan pada zaman Neolitikum bersifat
ornamentik yang statis dengan motif-motif perlambangan dan geometris, sedangkan
pada zaman megalitikum bersifat ornamentik yang lebih dinamis.
3.)
Karya Seni Patung
Gowawambea, peninggalan budaya
Megalitikum
Karya seni patung
Indonesia pada zaman pra-sejarah mulai dikenal pada zaman Neolitikum berupa
patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala. Gaya patungnya disesuaikan
dengan bahan baku yang digunakan, yaitu batu, kayu serta bahan lainnya, selain
itu patungnya juga banyak dipengaruhi seni ornamentik. Hasil-hasil peninggalan
di Jawa Barat menunjukan bahwa patung-patung memiliki ukuran besar
dengan gaya statis, frontal dan bersifat monumentalis. Sedangkan yang ditemukan
di daerah Pasemah (Sumatera Selatan) gayanya lebih dinamis dan fiktural. Di
daerah lain seperti di daerah Nias, Toraja dan Dayak pada zaman Megalitikum
sampai saat ini masih ditemukan peninggalan karya patung. Contoh seni patung
hasil peninggalan zaman batu, seperti Arca Batu Gajah yaitu batu besar yang
dihiasi seseorang yang sedang menunggang binatang buruan, contoh lain yaitu
Arca batu yang menampakan seseorang laki-laki menegendarai seekor lembu.
SENI
RUPA ZAMAN PERUNGGU
Hasil Kebudayaan Zaman Perunggu| Pada zaman perunggu terdapat berbagai temuan yang
merupakan peninggalan-peninggalan hasil kebudayaan zaman perunggu, baik
peninggalan berupa alat-alat dalam kehidupan ekonomi maupun peninggalan yang
sifatnya berbentuk budaya atau seni. Hasil kebudayaan zaman perunggu merupakan
hasil kebudayaan dimana keseluruhan telah halus, indah dan telah menggunakan
perunggu, campurana antara tembaga dan timah, sehingga dapat dikatakan bahwa
zaman perunggu merupakan zaman yang paling didepan dari pada zaman lainnya.
Hasil Peninggalan
Kebudayaan Zaman Perunggu
1. Nekara
Perunggu
Nekara bentuknya
semacam genderang (seperti dandang tertelungkup), berpinggang pada bgian
tengahnya, dan bagian atasnya tertutup. Bagi masyarakat praaksara, nekara
dianggap sesuatu yang suci. Di Indonesia nekara hanya dipergunakan waktu
upacara-upacara saja, antara lain ditabuh untuk memangil arwah nenek moyang,
dipakai sebagai genderang perang, dan dipakai sebagai alat memanggil hujan.
Benda ini memiliki nilai sni yang tinggi, terdapat pola hias yang beraneka
ragam. Pola hiasnya, yaitu pola gambar binatang, geometrik, burung, gajah, ikan
laut, kijang, harimau, dan manusia. Ada juga nekara yang tidak diberi hiasan.
Daerah penemuan nekara di Indonesia, antara lain, Pulau Sumatra, Pulau Jawa,
Pulau Bali, Pulau Sumbawa, Pulau Sangean, Pulau Roti, Pulau Kei, dan Pulau
Selayar. Nekara yang lebih kecil bentuknya disebut moko. Moko
ditemukan di Pulau Alor. Fungsinya Moko selain sebagai benda pusaka, juga
dipergunakan sebagai mas kawin.
2. Bejana Perunggu
Bejana perunggu
bentuknya seperti periuk, tetapi langsing dan gepeng. Bejana perunggu ditemukan
di tepi Danau Kerinci (Sumatra) dan Madura. Kedua bejana yang ditemukan itu
mempunyai hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geomteri dan
pilin-pilin yang mirip huruf J. Sampai sekarang fungsi bejana perunggu tidak
diketahui secara pasti, Hal itu karena penemuan bejana yang terbatas sehingga
mempersulit penyelidikan tentang fungsi bejana dalam kehidan masyarakat
praaksara.
3. Arca Perunggu
Secara umum arca
perunggu bentuknya kecil-kecil dan dilengkapi cincin pada bagian atasnya.
Fungsi dari cincin tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca itu sehingga
tidak mustahil arca perunggu yang keil dipergunakan sebagai liontin/bandul
kalung. Daerah penemuan arca perunggu di Indonesia adalah Palembang (Sumatra
Selatan), Limbangan (Bogor), dan Bangkinang (Riau).
4. Kapak Corong
Bentuk dari kapak
corong bagian tajamnya tidak jauh berbeda dengan kapak batu, hanya bagian
tangkainya yang berbentuk corong. Corong tersebut dipakai untuk tempat tangkai
kayu. Kapak corong dibuat dengan teknik a cire perdue. Fungsi dari
kapak corong sebagai alat pertanian dan membelah kayu. kapak corong disebut
juga dengan sepatu dan tangkai kayunya disamakan dengan kaki sehingga corong
sering disebut dengan kapak sepatu. Daerah penyebaran kapak
corong di Indonesia adalah Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, serta Irian dekat Danau Sentani.
5. Perhiasan Perunggu
Jenis perhiasan dari
perunggu yang ditemuka sangat beragam bentuknya, yaitu kalung, gelang tangan,
gelang kaki, bandul kalung, cincin, dan sebagian perhiasan ditemukan sebagai
bekal kubur. Di antara bentuk perhiasan tersebut terdapat cincin yang ukurannya
kecil sekali, bahkan lebih kecil dari lingkaran jari anak-anak. Untuk itu para
ahli menduga fungsinya sebagai alat tukar (mata uang). Daerah penemuan
perhiasan perunggu di Indonesia adalah Bogor, Malang, dan Bali.
6. Manik-Nanik
Penemuan manik-manik
yang berasal dari zaman perunggu sebagian besar sebagai bekal kubur sehingga
memberikan corak istimewa pada zaman perunggu. Manik-manik dipakai sebagai
perhiasan, alat tukar, dan alat upacara. Bahan dasar manik-manik ada yang
terbuat dari batu setengah permata (akik, kalsedon), kaca, kulit kerang, atau
tanah liat yang dibakar.
No comments:
Post a Comment