Sunday, 24 September 2017

MAKALAH JUAL BELI TANAH (PERBANKAN SYARIAH)

MAKALAH JUAL BELI TANAH DALAM PANDANGAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Allah SWT. Telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain,  supaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, salah satunya  adalah dengan jual beli, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lain menjadi teguh. Akan tetapi, sifat loba atau tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjadi kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya.
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut syariat Islam.
Jual beli (al-bai’) adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-ba’i adalah asy-syira’al-mubadah, danat-tijaarah. Allah membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya. Jika asal dari jual beli adalah disyariatkan, sesungguhnya diantara bentuk jual ada juga yang diharamkan dan ada juga yang diperselisihkan hukumnya.
Termasuk juga masalah jual beli tanah dalam islam, yang banyak dibahas oleh berbagai ulama dan sudut pandang. Masalah tanah di zaman moderen seperti ini tentu saja bukan perkara yang mudah. Penjual belian tanah adalah salah satu aspek yang terkadang mengakibatkan adanya penipuan, kerugian salah satu pihak, harta yang menjadi riba dan tentu saja tidak menjadi berkah harta tersebut.
Masalah tanah terdapat hukum tersendiri untuk mengaturnya, bahkan negara pun mengaturnya dalam undang-undang dan hukum yang berlaku. Ketika melakukan jual beli tanah pun terkadang orang yang awam memiliki pendamping tersendiri, agar tidak terjadi penipuan dan segala macam masalah setelahnya yang dapat merugikan salah satu pihak.

B.       Perumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1.      Apa pengertian dan dasar hukum jual beli?
2.     Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah



BAB II
PEMBAHASAN


Masalah jual beli menurut islam tentu terdapat dalam pembahasan Al-Quran, khususnya mengenai muamalah. Jual beli yang lain misalnya Jual Beli Emas dalam Islam , Khiyar dalam Jual Beli Hukum Saham dalam Islam, dan lain sebagainya adalah hal yang juga disinggung dan dibahas dalam Al Quran sesuai fungsi agama Islam. Perdagangan atau jual-beli dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bai', al-tijarah, atau al-mubadalah. Sebagaimana firman Allah SWT :
Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi (QS. Fathir : 29)
Secara bahasa, jual-beli atau al-bai'u berarti muqabalatu syai'im bi syai'in (مقابلة شيء بشيء). Artinya adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. 
Al-Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan jual-beli adalah (مقابلة مال بمال تمليكا) yang berarti : tukar menukar harta dengan harta secara kepemilikan.
Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa jual-beli sebagai (مبادلة المال بالمال تمليكا وتملكا), yang artinya pertukaran harta dengan harta dengan kepemilikan dan penguasaan.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jual-beli adalah : "menukar barang dengan barang atau menukar barang dengan uang, yaitu dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan".
Jual-beli adalah aktifitas ekonomi yang hukumnya boleh berdasarkan kitabullah dan sunnah rasul-Nya serta ijma' dari seluruh umat Islam. Firman Allah SWT :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan telah mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
Sedangkan dari sunnah nabawiyah, Rasulullah SAW bersabda :
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ  قَالَ:  إِذَا تَبَايَعَ اَلرَّجُلَانِ, فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعاً, أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا اَلْآخَرَ, فَإِنْ خَيَّرَ أَحَدُهُمَا اَلآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدَ وَجَبَ اَلْبَيْعُ, وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ تَبَايَعَا, وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا اَلْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ اَلْبَيْعُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullh saw bersabda: “Apabila dua orang melakukan jual-beli, maka masing-masing orang mempunyai hak khiyar (memilih antara membatalkan atau meneruskan jual-beli) selama mereka belum berpisah dan masih bersama; atau selama salah seorang di antara keduanya tidak menemukan khiyar kepada yang lainnya. Jika salah seorang menentukan khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual-beli atas dasar itu, maka jadilah jual-beli itu”. (HR. Muttafaq alaih)
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ  أَنَّ اَلنَّبِيَّ  سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ:  عَمَلُ اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ - رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih”. (HR Al-Bazzar.)[4]
وَعَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ  نَهَى عَنْ ثَمَنِ اَلْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ اَلْكَاهِنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Mas’ud al-Anshary r.a. bahwa Rasulullah saw. melarang mengambil uang penjualan anjing, uang pelacuran dan upah pertenungan. (HR. Muttafaq Alaih)
Hukum Jual Beli
Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang beliau SAW. 
Agar masalah jual beli tanah tidak melanggar syariat islam, berikut adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan agar masalah jual beli tanah tidak menimbulkan dampak kedosaan bagi manusia.
Masalah Kepemilikan Tanah
Masalah kepemilikan tanah jika kembali kepada filosofi kehidupan manusia, tentu hal ini semuanya adalah milik Allah SWT. Manusia bertugas merawatnya dan memberikannya kemakmuran. Tentu saja, adanya hak milik, sertifikat atau pun hak-hak penggunaan yang di atur dalam hukum kenegaraan bertujuan agar tanah fungsinya tidak terbengkalai, dapat dimanfaatkan, dan jelas pertanggungjawabannya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh ayat berikut ini
·       “Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Hadid : 2).
·       “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS An-Nuur : 42
Namun, walaupun kepemilikan yang ada di muka bumi ini seluruhnya adalah milik Allah, Allah memberikan perintah kepada manusia agar melakukan perawatan dan menafkahinya secara seimbang agar manusia tidak lalai dalam menggunakannya.
“Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” (QS Al-Hadid: 7)
Tentu dapat dipahami bahwa Allah sangat Pemurah, bahwa apa yang dimiliki Allah di muka bumi diberikan kepada manusia dan dapat dioptimalkan oleh manusia. Walaupun begitu, tetap manusia memiliki kewajiban seperti zakat dan infaq atas tanah yang dimilikinya tersebut.
“Pada tanah yang diairi sungai dan hujan zakatnya sepersepuluh, pada tanah yang diairi dengan unta zakatnya setengah dari sepersepuluh.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).

Hukum dan Kaidah Jual Beli Tanah
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hukum jual beli tanah adalah diperbolehkan oleh islam atau halal. Dalam islam tentu saja sesuatu yang diperbolehkan atau halal jelas ada batasan-batasannya dan dapat menjadi haram jika tidak dilaksanakan sesuai aturan dan keadilan satu sama lain.
Jual beli tanah dalam islam tentu bukan sesuatu yang dilarang, asalkan memiliki kejelasan hak milik, kewajiban yang dilakukan dipenuhi, serta tidak berefek kepada sosial masyarakat. Misalnya saja dengan pembelian tanah tersebut, rumah warga miskin menjadi tergusur, hak air mereka terkurangi, dsb.
Dalam hal jual beli tanah, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Hal-hal ini biasanya sering kali menjadi masalah ketika kita akan membeli tanah. Untuk itu, sebelum melakukan transaksi jual beli tanah, maka perlu adanya pertimbangan tersendiri untuk kejelasan tanah yang diperjual belikan.
Berikut adalah bebera kaidah penual belian tanah didasarkan pada prinsip-prinsip kejelasan dan keseimbangan dalam transaksi antara penjual dan pembelinya.
1.        Jelas Batasnya
Dalam pembelian tanah maka kejelasan batas harus menjadi hal yang utama. Hal ini untuk menjelaskan mana hak tanah yang nantinya akan menjadi milik kita dan bukan setelah pembelian. Jika tanah tidak jelas batasannya di kemudian hari biasanya akan terjadi konflik atau sengketa tanah karena proses klaim antara dua belah pihak lain. Tentu dalam hal ini harus diperjelas dulu antara penjual dan pembeli tanah.
Kasus yang terjadi sering kali terdapat penipuan atau pembohongan batas tanah yang akhirnya merugikan salah satu pihak di waktu depan.
2.        Tidak Menjual Tanah yang tidak Jelas Kepemilikannya
Hendaknya kita pun tidak menjual atau membeli tanah yang tidak jelas kepemilikannya. Hal ini pun berefek kepada jangka panjang akan menjadi masalah dan konflik pula. Untuk itu sebelum proses jual beli tanah dilakukan hak kepemilikan harus diperjelas terlebih dahulu.
3.        Bukan Tanah Sengketa
Dalam proses jual beli tanah hendaknya kita pun memperhatikan apakah tanah tersebut tanah sengketa. Jika tanah sengketa hendaknya tidak diperjual belikan karena tentu merugikan salah satu pihak jelas akan terjadi. Tanah sengketa artinya tanah yang bermasalah, jika diperjual belikan tentu masalahnya akan bertambah banyak. Tanah sengketa ini tidak diperjual belikan sebelum nantinya selesai status kepemilkannya serta dinaungi oleh hukum yang berlaku.
4.        Bukan Tanah Wakaf
Tanah wakaf tidak boleh diperjual belikan, hal ini dikarenakan sudah dititipkan oleh nazir atau pemberi wakaf yang bersangkutan. Dalam hal ini tanah wakaf adalah milik ummat, sehingga tidak ada penjual belian disana.
5.        Tanah yang Berasal dari Proses Riba atau Proses Haram
Sebelum melakukan proses jual beli tanah, hendaknya memahami terlebih dahulu apakah tanah tersebut terdapat uang riba atau uang yang haram. Karena riba adalah larangan Allah dan tentu akan dilaknat Allah jika dilakukan oleh manusia. Untuk itu, perlu memeriksa adakah riba disana dan apakah proses tanah tersebut didapatkan dengan jalan yang halal.
6.        Kelengkapan Ddokumen okumen dan Tata Aturan Hukum dalam Negara
Dokumen adalah alat hukum yang sangat penting. Untuk itu dalam proses jual beli tanah hendaknya ada dokumen terkait bagaimana tanah itu dijual, dibeli, statusnya, harga, luas tanahnya, serta kepemilikannya. Untuk itu, ada sertifikat tanah yang berarti sang pemilik sertifikat berhak dan boleh mendayagunakan tanahnya selagi masih dalam ukuran hukum yang berlaku.
7.        Mengolah dan Memberikan Manfaat
“Barangsiapa mempunyai tanah (pertanian), hendaklah ia mengolahnya, atau memberikan kepada saudaranya.” (HR Bukhari).
Dari hadist di atas dijelaskan bahwa tanah hendaknya diolah dan dibeirkan manfaatnya. Jangan sampai kita hanya membeli tanah atau membiarkannya menjadi tidak terawat. Tentu harta tersebut menjadi tidak megalir manfaatnya dan berkahnya serta sia-sia saja.
Tentu saja ini mengelola harta dan tanah adalah menjadi bagian dari Tujuan Penciptaan Manusia Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama Dunia Menurut IslamSukses Menurut IslamSukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam. Hal ini tentunya harus dicapai dalam hidup manusia hingga menuju akhirat nanti. Untuk itu sebelum membeli tanah ataupun menjual tanah hendaknya diperhitungkan apakah harta tersebut nantinya akan mencapai keberkahan dan kebermanfaatan atau tidak.


 BAB III
PENUTUP

Jual beli adalah tukar menukar baik barang dengan barang maupun barang dengan uang, juga merupakan sarana manusia untuk melakukan hubungan dengan sesama manusia, karena setiap orang yang hidup di dunia ini pada suatu saat akan memerlukan pertolongan orang lain, makanya perlu dibina dengan baik hubungan dengan sesama manusia.
Pelaksanaan jual beli tanah yang dilakukan oleh masyarakat seringkali merupakan pihak lain karena penjual telah membohongi pemilik tanah yang lainnya, sedangkan tanah yang dijual adalah tanah milik bersama bukan milik pribadai. Apabila mau menjualnya maka harus minta persetujuan pemilik tanah yang lain terlebih dahulu dan harganya harus dijelaskan dengan benar, jangan membohongi atau mengurangi uangnya.
Islam secara prinsip dan mendasar memperbolehkan dan membenarkan orang yang melakukan jual beli, karena disamping untuk membina hubungan baik dengan sesama manusia juga untuk menolong orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.
Jual beli tanah yang dilakukan oleh penduduk desa adalah jual beli tanah yang dilakukan oleh penjual dan pembeli tanpa diketahui oleh pemilik tanah yang lain, sedangkan tanah tersebut adalah tanah milik bersama dengan uang hasil penjualannya tidak dikatakan dengan terus terang oleh orang yang menjual tanah tersebut dan ternyata uang penjualannya dipotong 10% oleh penjual dengan alasan untuk membayar administrasi penjualan tanah itu.
Dari praktek jual beli tanah tersebut jelas tidak sesuai dengan hukum Islam karena ada kecurangan yang dilakukan oleh penjual kepada pemilik tanah yang lain, sebagaimana hadis nabi yang melarang jual beli secara melempar batu dan disertai dengan unsur tipuan.





No comments:

Post a Comment

NASKAH DRAMA BAHASA JAWA ANDE ANDE LUMUT

Naskah Drama Ande-Ande Lumut 1.  Tema   : Golek Garwa 2.  Cerita apa  : Ande-ande Lumut 3 .  Ceritane kaya piye   : Panji Asmar...