MAKALAH JUAL BELI TANAH DALAM PANDANGAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT. Telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu
sama lain, supaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan
dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, salah satunya adalah dengan jual beli, baik dalam
urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian
kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang
lain menjadi teguh. Akan tetapi, sifat loba atau tamak tetap ada pada manusia,
suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai
tersia-sia, dan juga menjadi kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan
dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya.
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat
hidup sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya, atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui,
manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun
tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam
bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia
itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas,
termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus
dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di
muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk
memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat,
melalaikan aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu
halal atau haram menurut syariat Islam.
Jual beli (al-bai’) adalah pertukaran
sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-ba’i adalah asy-syira’, al-mubadah,
danat-tijaarah. Allah membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak
melalaikan dari perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti
melalaikannya dari ibadah yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban
lainnya. Jika asal dari jual beli adalah disyariatkan, sesungguhnya diantara
bentuk jual ada juga yang diharamkan dan ada juga yang diperselisihkan
hukumnya.
Termasuk juga masalah jual beli tanah dalam
islam, yang banyak dibahas oleh berbagai ulama dan sudut pandang. Masalah tanah
di zaman moderen seperti ini tentu saja bukan perkara yang mudah. Penjual belian tanah adalah salah satu aspek yang terkadang
mengakibatkan adanya penipuan, kerugian salah satu pihak, harta yang menjadi
riba dan tentu saja tidak menjadi berkah harta tersebut.
Masalah tanah terdapat hukum tersendiri untuk
mengaturnya, bahkan negara pun mengaturnya dalam undang-undang dan hukum yang
berlaku. Ketika melakukan jual beli tanah pun terkadang orang yang awam
memiliki pendamping tersendiri, agar tidak terjadi penipuan dan segala macam
masalah setelahnya yang dapat merugikan salah satu pihak.
B.
Perumusan Masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa
masalah, adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1. Apa pengertian
dan dasar hukum jual beli?
2. Apa saja
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah
BAB II
PEMBAHASAN
Masalah jual beli
menurut islam tentu terdapat dalam pembahasan Al-Quran,
khususnya mengenai muamalah. Jual beli yang lain misalnya Jual Beli
Emas dalam Islam , Khiyar dalam
Jual Beli , Hukum Saham
dalam Islam, dan lain sebagainya adalah hal
yang juga disinggung dan dibahas dalam Al Quran sesuai fungsi agama Islam. Perdagangan atau jual-beli dalam bahasa arab sering disebut dengan
kata al-bai', al-tijarah, atau al-mubadalah.
Sebagaimana firman Allah SWT :
Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak
akan rugi (QS. Fathir : 29)
Secara bahasa, jual-beli atau al-bai'u berarti muqabalatu
syai'im bi syai'in (مقابلة شيء بشيء).
Artinya adalah menukar sesuatu dengan sesuatu.
Al-Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu' Syarah
Al-Muhadzdzab menyebutkan jual-beli adalah (مقابلة
مال بمال تمليكا) yang berarti : tukar menukar harta dengan harta
secara kepemilikan.
Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa
jual-beli sebagai (مبادلة المال بالمال تمليكا
وتملكا), yang artinya pertukaran harta dengan harta dengan
kepemilikan dan penguasaan.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
jual-beli adalah : "menukar barang dengan barang atau menukar barang
dengan uang, yaitu dengan jalan melepaskan hak kepemilikan dari yang satu
kepada yang lain atas dasar saling merelakan".
Jual-beli adalah aktifitas ekonomi yang hukumnya boleh
berdasarkan kitabullah dan sunnah rasul-Nya serta ijma' dari seluruh umat
Islam. Firman Allah SWT :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا
Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan telah
mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
Sedangkan dari sunnah nabawiyah, Rasulullah SAW
bersabda :
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ قَالَ: إِذَا
تَبَايَعَ اَلرَّجُلَانِ, فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعاً, أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا اَلْآخَرَ, فَإِنْ
خَيَّرَ أَحَدُهُمَا اَلآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدَ وَجَبَ
اَلْبَيْعُ, وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ تَبَايَعَا, وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ
مِنْهُمَا اَلْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ اَلْبَيْعُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullh saw bersabda:
“Apabila dua orang melakukan jual-beli, maka masing-masing orang mempunyai hak
khiyar (memilih antara membatalkan atau meneruskan jual-beli) selama mereka
belum berpisah dan masih bersama; atau selama salah seorang di antara keduanya
tidak menemukan khiyar kepada yang lainnya. Jika salah seorang menentukan
khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual-beli atas dasar itu, maka jadilah
jual-beli itu”. (HR. Muttafaq alaih)
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ
رَافِعٍ أَنَّ اَلنَّبِيَّ سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ
أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
- رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ r.a. bahwa Rasulullah saw.
pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: “Pekerjaan
seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih”. (HR Al-Bazzar.)[4]
وَعَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ
اَللَّهِ نَهَى عَنْ ثَمَنِ اَلْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ
وَحُلْوَانِ اَلْكَاهِنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Mas’ud al-Anshary r.a. bahwa Rasulullah saw.
melarang mengambil uang penjualan anjing, uang pelacuran dan upah pertenungan.
(HR. Muttafaq Alaih)
Hukum Jual Beli
Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang
hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i
rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu
apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu
dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang beliau
SAW.
Agar masalah jual
beli tanah tidak melanggar syariat islam, berikut adalah hal-hal yang harus
dipertimbangkan agar masalah jual beli tanah tidak menimbulkan dampak kedosaan
bagi manusia.
Masalah Kepemilikan Tanah
Masalah kepemilikan tanah jika
kembali kepada filosofi kehidupan manusia, tentu hal ini semuanya adalah milik
Allah SWT. Manusia bertugas merawatnya dan memberikannya kemakmuran. Tentu
saja, adanya hak milik, sertifikat atau pun hak-hak penggunaan yang di atur
dalam hukum kenegaraan bertujuan agar tanah fungsinya tidak terbengkalai, dapat
dimanfaatkan, dan jelas pertanggungjawabannya. Hal ini sebagaimana disampaikan
oleh ayat berikut ini
·
“Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan
bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Hadid : 2).
·
“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan
langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS An-Nuur : 42
Namun, walaupun kepemilikan yang ada
di muka bumi ini seluruhnya adalah milik Allah, Allah memberikan perintah
kepada manusia agar melakukan perawatan dan menafkahinya secara seimbang agar
manusia tidak lalai dalam menggunakannya.
“Dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” (QS Al-Hadid: 7)
Tentu dapat dipahami bahwa Allah
sangat Pemurah, bahwa apa yang dimiliki Allah di muka bumi diberikan kepada
manusia dan dapat dioptimalkan oleh manusia. Walaupun begitu, tetap manusia
memiliki kewajiban seperti zakat dan infaq atas tanah yang dimilikinya
tersebut.
“Pada tanah yang diairi sungai dan
hujan zakatnya sepersepuluh, pada tanah yang diairi dengan unta zakatnya
setengah dari sepersepuluh.” (HR Ahmad,
Muslim, dan Abu Dawud).
Hukum dan Kaidah Jual Beli Tanah
Dari penjelasan di
atas dapat dipahami bahwa hukum jual beli tanah adalah diperbolehkan oleh islam
atau halal. Dalam islam tentu saja sesuatu yang diperbolehkan atau halal jelas
ada batasan-batasannya dan dapat menjadi haram jika tidak dilaksanakan sesuai
aturan dan keadilan satu sama lain.
Jual beli tanah
dalam islam tentu bukan sesuatu yang dilarang, asalkan memiliki kejelasan hak
milik, kewajiban yang dilakukan dipenuhi, serta tidak berefek kepada sosial
masyarakat. Misalnya saja dengan pembelian tanah tersebut, rumah warga miskin
menjadi tergusur, hak air mereka terkurangi, dsb.
Dalam hal jual beli
tanah, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Hal-hal ini biasanya
sering kali menjadi masalah ketika kita akan membeli tanah. Untuk itu, sebelum
melakukan transaksi jual beli tanah, maka perlu adanya pertimbangan tersendiri
untuk kejelasan tanah yang diperjual belikan.
Berikut adalah bebera kaidah penual
belian tanah didasarkan pada prinsip-prinsip kejelasan dan keseimbangan dalam
transaksi antara penjual dan pembelinya.
1.
Jelas Batasnya
Dalam pembelian tanah maka kejelasan batas harus
menjadi hal yang utama. Hal ini untuk menjelaskan mana hak tanah yang nantinya
akan menjadi milik kita dan bukan setelah pembelian. Jika tanah tidak jelas
batasannya di kemudian hari biasanya akan terjadi konflik atau sengketa tanah
karena proses klaim antara dua belah pihak lain. Tentu dalam hal ini harus
diperjelas dulu antara penjual dan pembeli tanah.
Kasus yang terjadi sering kali terdapat penipuan
atau pembohongan batas tanah yang akhirnya merugikan salah satu pihak di waktu
depan.
2.
Tidak Menjual Tanah yang tidak Jelas
Kepemilikannya
Hendaknya kita pun tidak menjual atau membeli
tanah yang tidak jelas kepemilikannya. Hal ini pun berefek kepada jangka
panjang akan menjadi masalah dan konflik pula. Untuk itu sebelum proses jual
beli tanah dilakukan hak kepemilikan harus diperjelas terlebih dahulu.
3.
Bukan Tanah Sengketa
Dalam proses jual beli tanah hendaknya kita pun
memperhatikan apakah tanah tersebut tanah sengketa. Jika tanah sengketa
hendaknya tidak diperjual belikan karena tentu merugikan salah satu pihak jelas
akan terjadi. Tanah sengketa artinya tanah yang bermasalah, jika diperjual
belikan tentu masalahnya akan bertambah banyak. Tanah sengketa ini tidak
diperjual belikan sebelum nantinya selesai status kepemilkannya serta dinaungi
oleh hukum yang berlaku.
4.
Bukan Tanah Wakaf
Tanah wakaf tidak boleh diperjual belikan, hal
ini dikarenakan sudah dititipkan oleh nazir atau pemberi wakaf yang
bersangkutan. Dalam hal ini tanah wakaf adalah milik ummat, sehingga tidak ada
penjual belian disana.
5.
Tanah yang Berasal dari Proses Riba
atau Proses Haram
Sebelum melakukan proses jual beli tanah,
hendaknya memahami terlebih dahulu apakah tanah tersebut terdapat uang riba
atau uang yang haram. Karena riba adalah larangan Allah dan tentu akan dilaknat
Allah jika dilakukan oleh manusia. Untuk itu, perlu memeriksa adakah riba
disana dan apakah proses tanah tersebut didapatkan dengan jalan yang halal.
6.
Kelengkapan Ddokumen okumen dan Tata
Aturan Hukum dalam Negara
Dokumen adalah alat hukum yang sangat penting.
Untuk itu dalam proses jual beli tanah hendaknya ada dokumen terkait bagaimana
tanah itu dijual, dibeli, statusnya, harga, luas tanahnya, serta
kepemilikannya. Untuk itu, ada sertifikat tanah yang berarti sang pemilik
sertifikat berhak dan boleh mendayagunakan tanahnya selagi masih dalam ukuran
hukum yang berlaku.
7.
Mengolah dan Memberikan Manfaat
“Barangsiapa mempunyai tanah (pertanian),
hendaklah ia mengolahnya, atau memberikan kepada saudaranya.” (HR Bukhari).
Dari hadist di atas dijelaskan bahwa tanah
hendaknya diolah dan dibeirkan manfaatnya. Jangan sampai kita hanya membeli
tanah atau membiarkannya menjadi tidak terawat. Tentu harta tersebut menjadi
tidak megalir manfaatnya dan berkahnya serta sia-sia saja.
Tentu saja ini mengelola harta dan tanah adalah
menjadi bagian dari Tujuan
Penciptaan Manusia , Proses
Penciptaan Manusia , Hakikat
Penciptaan Manusia , Konsep
Manusia dalam Islam, dan Hakikat
Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut
Islam, Sukses Menurut
Islam, Sukses Dunia
Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses
Menurut Islam. Hal ini tentunya harus dicapai
dalam hidup manusia hingga menuju akhirat nanti. Untuk itu sebelum membeli
tanah ataupun menjual tanah hendaknya diperhitungkan apakah harta tersebut
nantinya akan mencapai keberkahan dan kebermanfaatan atau tidak.
PENUTUP
Jual beli
adalah tukar menukar baik barang dengan barang maupun barang dengan uang, juga
merupakan sarana manusia untuk melakukan hubungan dengan sesama manusia, karena
setiap orang yang hidup di dunia ini pada suatu saat akan memerlukan
pertolongan orang lain, makanya perlu dibina dengan baik hubungan dengan sesama
manusia.
Pelaksanaan jual beli tanah yang dilakukan oleh masyarakat
seringkali merupakan pihak lain karena penjual telah membohongi pemilik tanah
yang lainnya, sedangkan tanah yang dijual adalah tanah milik bersama bukan
milik pribadai. Apabila mau menjualnya maka harus minta persetujuan pemilik
tanah yang lain terlebih dahulu dan harganya harus dijelaskan dengan benar,
jangan membohongi atau mengurangi uangnya.
Islam secara
prinsip dan mendasar memperbolehkan dan membenarkan orang yang melakukan jual
beli, karena disamping untuk membina hubungan baik dengan sesama manusia juga
untuk menolong orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.
Jual beli
tanah yang dilakukan oleh penduduk desa adalah jual beli tanah yang dilakukan
oleh penjual dan pembeli tanpa diketahui oleh pemilik tanah yang lain,
sedangkan tanah tersebut adalah tanah milik bersama dengan uang hasil
penjualannya tidak dikatakan dengan terus terang oleh orang yang menjual tanah
tersebut dan ternyata uang penjualannya dipotong 10% oleh penjual dengan alasan
untuk membayar administrasi penjualan tanah itu.
Dari
praktek jual beli tanah tersebut
jelas tidak sesuai dengan hukum Islam karena ada kecurangan yang dilakukan oleh
penjual kepada pemilik tanah yang lain, sebagaimana hadis nabi yang melarang
jual beli secara melempar batu dan disertai dengan unsur tipuan.
No comments:
Post a Comment